Bacillus pumilus



Diketopiperazines: Senjata Biologis Bacillus pumilus Laut Terhadap Patogenitas Vibrio parahaemolyticus


Oleh:

JENDRI MAMANGKEY
157030013






I.   PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
      Bakteri Vibrio parahaemolyticus adalah bakteri yang bertanggung jawab   40%-70% terhadap berbagai macam penyakit gastroenterik yang disebabkan karena mengkonsumsi moluska, kepiting, udang, kerang-kerangan, dan ikan mentah. Kontaminasi ini dapat menyebabkan penyakit hingga kematian manusia,, dan kerugian industri akuakultur dimana sumber daya laut ditangkap dan diolah. Kerugian yang disebabkan Vibrio parahaemolyticus contohnya pada tambak udang, baru-baru ini jenis penyakit udang yang dilaporkan adalah Acute hepatopancreatic necrosis disease (AHPND) (Tran et al., 2013). Kejadian AHPND yang berhasil dijustifikasi laporannya dari China dan Vietnam (2010), Malaysia (2011), Thailand (2012) dan Mexico (2013) (FAO, 2013). Dampak lain yang berhasil dilaporkan yaitu nekrosis pada Dicentrarchus labrax (Khouadja et al., 2013). Beberapa peristiwa tersebut membuat para peneliti khususnya bidang probiotik akuakultur terus melakukan upaya-upaya pencegahan yang signifikan agar tidak terjadi dampak yang tidak diinginkan.
      Salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan seleksi antibiotik yang efektif melawan Vibrio parahaemolyticus. Namun disisi lain, penggunaan antibiotik yang berlebihan menyebabkan evolusi bakteri patogen, mengakibatkan tingkat resisten terhadap antibiotik semakin tinggi (Leyton & Riquelme, 2010). Hal ini menjadi dasar untuk dilakukannya eksplorasi aktivitas senyawa bioaktif alami yang diproduksi oleh Bacillus pumilus, khususnya yang bersimbiosis dengan Concholepas concholepas, senyawa bioaktif dapat diindikasikan melalui aktivitas antagonis terhadap Vibrio parahaemolyticus.
      Beberapa mekanisme teridentifikasi bagaimana probiotik meningkatkan kesehatan organisme, serta memberikan stimulus pada lingkungan perairan itu sendiri. Probiotik telah diketahui dapat mengendalikan patogen melalui suatu mekanisme yang bervariasi, oleh karena itu dijadikan alternatif pelengkap perlakuan antibiotik (Lakshmi et al., 2013). Salah satu jenis probiotik yang berhasil di identifikasi dari Bacillus pumilus laut adalah diketopiperazines/DKP.         Diketopiperazines merupakan senyawa organik siklik hasil dari peptida yang terdiri dari dua asam amino (Leyton et.al., 2012). Diketopiperazines menjadi alternatif baru sebagai senyawa bioaktif yang tidak hanya berfungsi sebagai antibiotik, namun memiliki kemampuan lain yakni antitumor, antimutagenik dan antivirus  (Rhee et al., 2004, Niege et al., 2007). Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulisan paper dengan topik “diketopiperazines: senjata biologis Bacillus pumilus laut terhadap patogenitas Vibrio parahaemolyticus” menjadi penting dalam pembahasan.
1.2.   Rumusan Masalah
                 Permasalahan yang menjadi pembahasan dalam makalah ini sebagai berikut.
1.    Bagaimana mekanisme patogenisitas Vibrio parahaemolyticus?
2.    Bagaimana simbiosis Bacillus pumilus dengan Concholepas concholepas dan aktivitas antagonis terhadap Vibrio parahaemolyticus?
3.    Bagaimana produksi diketopiperazines oleh Bacillus pumilus dalam
menghambat Vibrio parahaemolyticus?



1.3.   Tujuan
                 Tujuan dari penulisan makalah ini sabagai berikut.
1.      Untuk mengetahui mekanisme patogenisitas Vibrio parahaemolyticus
2.      Untuk mengetahui simbiosis Bacillus pumilus dengan Concholepas concholepas dan aktivitas antagonis terhadap Vibrio parahaemolyticus
3.      Untuk mengetahui produksi diketopiperazines oleh Bacillus pumilus dalam menghambat Vibrio parahaemolyticus


II.   PEMBAHASAN

2.1. Mekanisme Patogenisitas Vibrio parahaemolyticus

               Patogenitas Vibrio parahaemolyticus dipengaruhi oleh faktor enzimatik dan genetik, kedua faktor ini sangat berkorelasi erat dalam menginfeksi host. Vibrio patogen menghasilkan berbagai faktor penyebab infeksi yang mencakup enterotoksin, haemolisin, sitotoksin, protease, lipase, fosfolipase, faktor penempelan atau haemagglutinins (Zhang & Austin, 2005). Infeksi oleh Vibrio parahaemolyticus biasanya dihubungkan dengan adanya ekspresi  Thermostable Direct Hemolysin (TDH) dan TDH Related Hemolysin (TRH), yang dikode oleh gen tdh dan trh. Dimana, gen  tdh ditandai oleh  tipe β haemolysis pada media Wagatsuma blood agar (Nishibuchi & Kaper 1995), dan gen trh, diuji melalui tes urease positif  (Okuda et al. 1997) dan biasanya melibatkan pembentukan amoniak sepanjang proses infeksi/peradangan (Levin, 2006).
            Thermolabile Hemolysin (TLH) adalah hemolisin lain Vibrio parahaemolyticus, yang dikode oleh gen tlh, yang juga menyebabkan lisis sel darah merah (Shinoda et al., 1991; Mc Carthy et al., 1999; Wang et al., 2013). Bagian The type III secretion systems (T3SSs) adalah apparatus transmembran yang dibentuk oleh multikomponen protein kompleks (Cornelis, 2006), yang membuat efektor (inhibitor) atau protein infeksi masuk kedalam sitoplasma  sel host  ((Dean, 2011; Chatterjee et al., 2013). Selama infeksi/peradangan, Vibrio Parahaemolyticus menggunakan faktor penempelan  untuk melekat ke fibronektin dan asam fosfat sel host, contohnya pelepasan efektor berbeda dan toksin ke dalam  sitoplasma, menyebabkan sitotoksitas dan penyakit serius (Gode et al., 2011).

     Hasil penelitian Khouadja et al. (2013) faktor infeksi Vibrio parahaemolyticus berpusat pada protease dan pelekatan, yang melibatkan bagian LPS. Ikan laut Dicentrarchus labrax yang terinfeksi, menunjukkan bahwa ditemukan Vibrio parahaemolyticus resisten terhadap serum (Gambar 1). Serum yang berperan penting  dalam pertahanan alami (bakterisidal) ikan untuk melawan infeksi/peradangan bakteri patogen.
 








Gambar 1. Enam strain Vibrio parahaemolyticus dan dua strain  acuan (ATCC                          43996 dan ATCC 17802) dalam serum Dicentrarchus labrax

        Serum yang berperan penting  dalam pertahanan alami (bakterisidal) ikan untuk melawan infeksi/peradangan bakteri patogen. Namun yang terjadi bakteri patogen Vibrio parahaemolyticus tetap survive dalam serum, hal ini dihubungkan dengan bagian lipopolisakarida (LPS) Vibrio parahaemolyticus. LPS berperan dalam mempertahankan diri dalam serum (Amaro et al., 1995). Hal ini didukung oleh  Prescott et al. (2008) menyatakan bahwa LPS dapat bertindak sebagai suatu endotoxin dan menyebabkan sebagian dari gejala infeksi/peradangan yang disebabkan  bakteri gram negatif.

2.2. Simbiosis Bacillus pumilus dengan Concholepas concholepas dan Aktivitas    Antagonis terhadap Vibrio parahaemolyticus

      Salah satu hewan laut yang menjadi objek pengamatan kehadiran bakteri Bacillus pumilus adalah Concholepas concholepas. Concholepas concholepas adalah spesies siput besar di laut yang dapat dimakan, merupakan salah satu kelompok gastropoda laut. Concholepas concholepas merupakan salah satu predator bentik yang hidup di bebatuan pada perairan beriklim dari permukaan laut hingga kedalaman 40 m. Di Chili, pengembangan pemeliharaan Concholepas concholepas telah menjadi masalah serius pada tahap pemeliharaan larva akibat kematian yang tinggi diakibatkan oleh mikroorganisme.
      Concholepas concholepas dewasa menghasilkan sejumlah besar kapsul telur, yang mengandung antara 668-14.250 larva (diameter kapsul 9,7-30 mm) studi awal di laboratorium terungkap bahwa kapsul yang tidak berhasil menyelesaikan perkembangan larva mengandung kontaminasi bakteri, sebagian besar adalah dari genus Vibrio (Leyton & Riquelme, 2010).



 Leyton





         Gambar 2. Kapsul telur Concholepas concholepas (kiri), hasil gambar SEM                               Bacillus spp. didalam kapsul (kanan)

               Dari hasil isolasi diperoleh 8 isolat bakteri yang memiliki aktivitas tertinggi dalam menghambat Vibrio parahaemolyticus. Besarnya daya hambat tercantum dalam Tabel 1.
       Tabel 1. Hasil Analisis besarnya daya hambat strain bakteri terhadap Vibrio                         parahaemolyticus
No
Strain
Daya Hambat (mm)
1
C32
27
2
C36
26
3
C37
19
4
C38
21
5
C23
27
6
C40
20
7
C51
17
8
C47
26

                Untuk mengetahui jenis kedelapan bakteri dengan aktivitas hambat tertinggi yang bersimbiosis dengan kapsul telur Concholepas concholepas maka dilakukan analisis filogenik 16S rRNA melalui metode NJ (Neighboor Joinning) (Gambar3).
 
















            Gambar 3. Analisis filogenik 16S rRNA melalui metode NJ (Neighboor                                   Joinning)

3.3  Produksi Diketopiperazines Oleh Bacillus pumilus Dalam  Menghambat Vibrio parahaemolyticus


               Penelitian sebelumnya telah diperoleh diketopiperazines dari genus Streptomyces, yaitu albonoursin (derivat dari cyclo (Phe-Leu)) oleh Streptomyces noursei dan thaxtomin (derivat dari cyclo (Trp-Phe)) oleh Streptomyces acidiscabies (Hashimoto, 2008). Diketopiperazines yang dikenal sebagai peptida siklik menunjukkan bioaktivitas paling baik dibandingkan dengan analog linear, siklik dan linear keduanya dihubungkan dengan faktor tingkat kestabilan, resistensi protease, dan kekakuan konformasi, semua faktor tersebut meningkatkan kemampuan secara khusus berkaitan terhadap target biologis (Liskamp et al., 2011; Menegatti et al., 2013). Struktur penyangga DKP biasanya disintesis oleh bagian Non Ribosomal Peptide Synthases (NRPSS). NRPSS adalah enzim multifungsional yang terdiri dari satu rangkaian modul, dimana masing-masing modul mempunyai tanggung jawab untuk menambahkan satu amino yang membentuk peptida (Hashimoto, 2008).
            Saat ini penelitian terus dilakukan pada bakteri yang bersimbiosis dengan hewan-hewan laut, seperti Concholepas concholepas. Setelah dilakukan isolasi dan skrining, penelitian dilanjutkan dengan megidentifikasi senyawa bioaktifnya. Bacillus pumilus dikultivasi dalam 80 liter media M9 cair minimum selama 96 jam pada suhu 200C dengan konsentrasi sel awal 1x107sel/mL-1. Ekstrak etil asetat dipisahkan berdasarkan polaritas menggunakan Reverse Phase Chromatography (RPC) pada kromatografi kolom yang padat dengan jel siilika, tinggi 10 cm. Ekstrak ditambahkan kekolom yang adsorbsi pada gel silika yang sama digunakan dalam kolom. Tahap mobile adalah distilasi aquades (100 mL) sebagai inisiasi fraksi, yang diikuti oleh campuran (100 ml) aquades dan metanol dengan perbandingan 3:1, 3:2, 2:3 dan 1:4, dan terakhir 100 ml metanol bahan pelarut, diklorometana, dan metanol. Dari prosedur ini kami mendapatkan 8 fraksi: 1 (1.1 mg), 2 (25.5 mg), 3 (18.9 mg), 4 (53.3 mg), 5 (21.6 mg), 6 (61.7 mg), 7 (57.6 mg) dan 8 (20.3 mg), yang telah dikeringkan pada rotavapor suhu 450C  dan diliofilisasi selama 24 jam. Dari fraksi ini, nomor 4 dan 5 menunjukkan biomassa paling tinggi yang dipisahkan pada Normal Phase Chromatography (NPC).
        Dari prosedur ini kami mendapatkan 10 fraksi dari RPC fraksi 4: 1 (0.3 mg), 2 (0.1 mg), 3 (0.9 mg), 4 (0.6 mg), 5 (0.5 mg), 6 (1.5 mg), 7 (1.5 mg), 8 (3.8 mg), 9 (12 mg), (23.9 mg) dan 11 fraksi dari RPC fraksi 5: 1 (0.34 mg), 2 (0.4 mg), 3 (0.2 mg), 4 (0.8 mg), 5 (0.4 mg), 6 (0.3 mg), 7 (0.3 mg), 8 (0.5 mg), 9 (1.4 mg), 10 (0.6 mg) and 11 (10.2 mg) yang telah dikeringkan pada rotavapor suhu 450C  dan diliofilisasi selama 24 jam. Fraksi aktif 9/10 (RPC fraksi 4) dan 11 (RPC fraksi 5) yang dipisahkan oleh high performance liquid chromatography (HPLC). Hasilnya 5 fraksi murni (98%), secara jelas dikenali sebagai diketopiperazines dengan membandingkan massa spektrum dan 1H NMR spektrum dengan standard yang diketahui.
          Campuran diketopiperazines yang teridentifikasi diketahui sebagai cis-cyclo (L-Phe-L-Val), cis-cyclo (L-Phe-L-Leu), cis-cyclo (L-Phe-L-Pro), cis-cyclo (L-Leu-L-Leu), dan cis-cyclo (L-Leu-L-Val). Selain itu senyawa bioaktif antimikroba yang dimiliki oleh Bacillus pumilus, yang sebelumnya telah dilaporkan Baruzzi et al. (2011) bahwa Bacillus pumilus memproduksi lipopeptida kelompok surfaktin (pumilasidin) yang mengandung heptapeptida siklik pembentuk jembatan laktam dengan β hidroksi asam lemak.
III.   SIMPULAN

            Berdasarkan hasil pembahasan paper ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.    Infeksi oleh Vibrio parahaemolyticus biasanya dihubungkan dengan adanya ekspresi  Thermostable Direct Hemolysin (TDH) dan TDH Related Hemolysin (TRH), yang dikode oleh gen tdh dan trh. Dimana, gen  tdh ditandai oleh  tipe β haemolysis pada media Wagatsuma blood, dan gen trh, diuji melalui tes urease positif.
2.    Isolat Bacillus pumilus bersimbiosis dengan Concholepas concholepas memiliki aktivitas tertinggi (27 mm) dalam menghambat Vibrio parahaemolyticus.
3.    Diketopiperazines Bacillus pumilus yang teridentifikasi diketahui sebagai cis-cyclo (L-Phe-L-Val), cis-cyclo (L-Phe-L-Leu), cis-cyclo (L-Phe-L-Pro), cis-cyclo (L-Leu-L-Leu), dan cis-cyclo (L-Leu-L-Val).
















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum: Pembuatan Kombucha

PEMBUATAN WINE (ANGGUR)

KERAGAMAN JENIS BENTHOS DI PERAIRAN WISATA BAHARI DESA TANJUNG TIRAM KECAMATAN MORAMO UTARA KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA