etika berbisnis
Pendahuluan
Ketika minat berwirausaha tumbuh
subur di Indonesia, timbul anggapan bahwa kewirausahaan adalah alat yang paling
tangguh untuk mengejar kekayaan. Kewirausahaan diartikan sebagai usaha mencari
uang dan cara cepat menjadi kaya.
Sebagian orang memilih bekerja keras
dan membangun usaha dengan keringat dan air mata. Namun, sebagian orang
mengambil jalan pintas. Mereka yang mengambil jalan pintas ini menerima order
dan mengambil uang, tapi tidak pernah menyerahkan hasil pekerjaan yang
berkualitas. Mereka membuka usaha money games,
pinjaman berantai, investasi palsu, atau segala sesuatu yang menggiurkan, tapi
merugikan banyak orang. Mereka membuat armada penerbangan dengan tarif murah,
tapi mengorbankan keselamatan penumpang. Mereka menjual saham dengan harga
tinggi, tapi laporan keuangannya tidak jujur.
Banyak mahasiswa tampil
menggebu-gebu dengan semangat yang berlebihan dan rasa percaya diri yang tinggi
bahwa mereka bisa mengubah isi dunia dalam tempo sekejap. Mereka berjanji dan
mereka berbuat. Mereka membuat pengumuman lewat internet, SMS, atau facebook
agar teman-temannya mengirim uang ke nomor rekening tertentu, lalu janji
keuntungan ditebar, dan uang pun masuk. Untung besar diraih, tetapi bisnisnya
tidak jelas dan cenderung spekulatif.
Apa pun yang dilakukan,
kewirausahaan tidak dapat dibangun dalam tempo sekejap. Jika Anda merasa telah
berhasil dalam waktu singkat, periksa kembali apakah fondasi usaha Anda sudah
cukup kuat? Periksa kembali apakah sukses yang Anda peroleh itu diraih dengan
jujur dan halal, apakah bisnis Anda rill atau fiktif-spekulatif atau ada pihak
yang dirugikan? Apakah Anda sudah memenuhi syarat dan kewajiban Anda?
Segala tindakan yang melawan hukum
alam biasanya carat dengan pelanggaran etika. Ketika proses dipotong, cara
instan ditempuh, persoalan-persoalan etika layak dipertanyakan. Sudah etiskah usaha
saya?
Tentu saja setiap orang berhak untuk
menjadi kaya. Yang patut dipertanyakan adalah: (1) Apakah benar ada cara instan
yang halal untuk menjadi kaya? (2) Apa yang dilakukan orang agar dia menjadi
kaya? (3) Apakah dengan kaya otomatis Anda menjadi wirausaha? (4) Apakah Anda
sudah pantas (sudah saatnya) hidup bergelimang harta?
Pertanyaan-pertanyaan itu patut
direnungkan karena seseorang berwirausaha bukan hanya untuk sehari atau dua
hari, setahun atau dua tahun. Kewirausahaan adalah sebuah pilihan hidup, yang
melekat di sepanjang hidup seseorang.Jika Anda terlalu emosi, serakah, ingin
serba instan, bisa jadi bukan keberhasilan atau kesejahteraan yang diraih,
melainkan kebencian, cacian, peristiwa hukum, dan penjara yang menanti Anda.
Selain berpotensi memberi
kebahagiaan dan kemandirian, kewirausahaan yang tidak dilandasi dengan etika
yang kuat juga berpotensi negatif, berisiko, dan bisa membuat masa depan Anda
tamat dalam sekejap. Oleh karena itu, berusahalah dengan memegang teguh
nilai-nilai etika sedari Anda muda dan jangan berkompromi sekecil apa pun.
Bangunlah karakter dan milikilah reputasi.
Reputasi adalah apa yang diucapkan para pelayat saat jasad seseorang
disemayamkan di tempat peristirahatan terakhir.
Karakter adalah akar dari reputasi. Ini adalah apa yang diucapkan malaikat kepada Tuhan tentang kita. |
Lebih baik tumbuh bertahap, tapi
langgeng, daripada terang dalam sekejap, lalu mati dan meninggalkan aroma
busuk. Mungkin Anda harus bersabar lima tahun sebelum bisnis Anda benar-benar
bersinar, tetapi is terns tumbuh. Ada cobaan yang Anda hadapi, tetapi itu bukan
membuat Anda mati, melainkan bangun dan membuat Anda lebih tangguh menghadapi
hari esok yang lebih berat.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar berbisnis dapat dilakukan dengan etis adalah:
1.
Berperilaku jujur dalam menjalankan
aktivitas bisnis. Ini meliputi seluruh aspek dalam menjalankan usaha. Misalnya
dalam aspek produksi, berperilaku jujur berarti kita menghasilkan produk sesuai
dengan standar kualitas, aman dikonsumsi orang lain, dan memenuhi ketentuan
yang dipersyaratkan oleh hukum maupun pembeli. Jujur juga berarti terbuka, menyebutkan
segala kekurangan dan bahaya yang timbul dari produk Anda. Jujur dalam
berproduksi, memasarkan, dan membayar pajak.
2.
Menaati tata nilai. Dalam melakukan
aktivitas bisnis, ada tata nilai yang tidak tertulis yang berlaku universal dan
harus kita jalankan. Misalnya, nilai sama-sama untung (win-win), Saling menghormati, memberi tahu, mencegah kerugian pihak
lain, keterbukaan, adil, santun, melayani, dan seterusnya.
3.
“Walk the Talk” bermakna konsisten antara apa yang dilakukan dengan
apa yang diucapkan. Hal ini berarti sebagai seorang wirausaha, Anda perlu
bekerja keras untuk menjadi contoh dan menjalankan hal-hal positif yang Anda
ucapkan. Dalam menjalankan aktivitas usaha, hal tersebut akan menjadi patokan
dalam tindakan keseharian maupun keputusan-keputusan yang dibuatnya.
Kasus: Adam
Air
Belajar dari
Kegagalan Si Burung Besi Orange
Oleh: Eva Martha Rahayu, Majalah SWA
Tiap tahun jumlah
penumpang Adam Air naik dan puncaknya pada 2007, yaitu sebesar 6,25 juta orang.
Namun, bobroknya manajemen berdampak pada di-grounded-nya maskapai tersebut. Apa
saja pelajaran berharga dari kejatuhan Adam Air tersebut?
Hampir dua bulan ini sejumlah burung
besi yang didominasi warna orange dan berlogo manusia bersayap yang tengah siap
terbang itu tidak menyambangi langit biru yang menjadi ruse penerbangannya. Ya,
sejak 19 Maret 2008, pesawat Adam Air memang tidak mengangkasa lagi akibat
dibekukan izin terbangnya (operation
specification) oleh pemerintah Indonesia. Selain itu, karena banyaknya
persoalan yang kini masih dalam penyidikan hukum, Adam Air tinggal mengantongi
tiket Airline Operating Certificate (lzin Operasional Terbang) yang terancam
akan dicabut jika dalam waktu tiga bulan mendatang belum ada perbaikan atas
masalah yang terjadi.
Konsumen, regulator, pelaku industri
penerbangan, dan karyawan PT Adam Sky Connection Airlines (Adam Air) menuding
persoalan kompleks menjadi biang keladi kejatuhan perusahaan itu. Padahal,
kalau kita tengok ke belakang, perkembangan bisnis Adam Air cukup mengesankan.
Lihatlah di awal operasi pada tanggal 19 Desember 2003, Adam Air hanya
menerbangkan dua pesawat Boeing 737 sewaan dari GE Capital Aviation Services,
dan pada 2008 diperkuat oleh 22 pesawat. Itu belum termasuk gambaran jumlah
penjualan tiket yang laris manis.
Berdasarkan data Direktorat Angkatan
Udara, tahun 2004, penumpang domestik Adam Air yang menggunakan lima armada
sebanyak 484.754 orang. Tahun 2005, dengan didukung 15 armada, jumlah penumpang
naik lagi, yaitu domestik 2.324.996 orang dan internasional 106.423 orang. Pada
tahun 2006, jumlah penumpang dalam negeri tercatat 4.873.753 orang dan kargo
domestik 16.622 ton. Lalu, tahun 2007 boleh dibilang puncak pertumbuhan Adam
Air selama lima tahun terakhir. Jumlah penumpang domestik 6.252.373 orang dan
internasional 120.618 orang, dengan armada 22 pesawat.
Lantas, mengapa perusahaan
penerbangan yang dibesut pasangan suami-istri Suherman dan Sandra Ang itu
sekarang kolaps? “Dalam kasus Adam Air, penyebab kegagalan terbesar adalah faktor
internal. Sementara faktor eksternal adalah trigger atau pemicu yang
mempercepat kegagalan tersebut,” ungkap Hentje Pongoh. Pengamat penerbangan
dari Pacific Aviation itu menjelaskan faktor eksternalnya, antara lain,
persaingan pasar dan peraturan pemerintah. Adapun faktor internalnya meliputi
soal SDM dan organisasi perusahaan, finansial, teknis, serta operasional.
sebagai perusahaan yang didirikan, dimiliki, dan dijalankan oleh sebuah keluarga,
jelas bahwa Adam Air memiliki gaya manajemen keluarga. Anggota senior dalam
keluarga cenderung lebih dominan terhadap anggota keluarga yang lebih junior,
terutama dalam pengambilan keputusan terakhir.
Bahkan kabarnya, peran Sandra Ang
(ibu Adam Adhitya Suherman) sebagai komisaris lebih dominan ketimbang Adam
Adhitya Suherman yang menjadi Presdir Adam Air. Menurut Gustiono, mantan
Direktur Keuangan dan Wapresdir Adam Air, Sandra merupakan tokoh kunci yang
mengatur semuanya, dari hal kecil hingga besar. Misalnya, pengembalian uang
tiket dari hasil penjualan yang tidak disetorkan ke rekening, diinstruksikan
oleh Sandra untuk dikirim ke rumahnya di Pluit, Jakarta Utara. Selain itu,
dalam perekrutan karyawan, dia juga banyak berperan tanpa melihat kompetensi calon.
“Direksi boleh dibilang hanya sebagai boneka,” ungkap Gustiono. Lebih konyol
lagi, Sandra pun berperan dalam penentuan pemberangkatan pesawat. Ini dibuktikan
dengan kacau-balaunya proses maintenance
karena anak sulungnya, Rusman Suherman, ikut cawe-cawe. Padahal, komando tertinggi seharusnya berada di tangan
Direktur Teknik, Rinaldy Yuliddin. Toh, kenyataannya, Rinaldy tidak bisa
mengambil keputusan bila tidak mendapat lampu hijau dari Rusman. “Rusman ini
posisinya apa, karena tidak ada dalam struktur organisasi,” ujar Gustiono
kesal.
“Karena, apa yang ada di mata
keluarga ini (Suherman) selalu dinilai dengan uang, uang, dan uang untuk
mengeruk kekayaan,” Kapten Sugoro menimpali. Mantan pilot Adam Air ini tak
habis pikir mengapa perusahaan penerbangan yang dikelola manajemen amburadul
itu bisa maju beberapa waktu lalu. “Terus terang, saga kagum sekaligus kaget
dengan gaya manajemen Adam Air,” kata pria yang pernah 13 tahun menjadi pilot
Merpati Airlines itu. Sugoro menemukan beberapa penyimpangan pengelolaan Adam
Air. Contohnya, kontrak kerja karyawan yang dianggapnya menyalahi aturan
ketenagakerjaan. “Manajemen juga selalu memberi janji-janji muluk,” imbuhnya.
Manajemen mengatakan, jika kondisi perusahaan mulai membaik, otomatis
penghasilan meningkat dan karyawan bakal diberi saham. Akan tetapi, faktanya,
kini gaji karyawan saja sering telat.
Mantan pilot Adam Air lainnya pun
tak kalah sengit mengkritik kepemimpinan keluarga Suherman. “Pemilik Adam Air
bisa dikatakan bermodal coba-coba dalam membangun bisnis penerbangan,” ucap
mantan eksekutif Adam Air yang ogah
disebutkan identitasnya itu. Tak bisa dimungkiri, bisnis airlines merupakan prestise tersendiri bagi keluarga Suherman. “Jangan
salah lho, sebenarnya yang menutup Adam Air itu ya pemiliknya sendiri. Jadi,
bukan sematamata di-grounded
pemerintah atau tidak meraih profit,”
dia menegaskan. Sebab, idealnya, dalam bisnis penerbangan, semuanya telah ada
cetak biru atau bakunya. Sayang, dalam praktiknya sering diselewengkan.
Umpamanya, saat dia mengajukan dana Rp.100 juta ke pemilik untuk kepentingan
standar keamanan pesawat, rupanya ditawar, hanya diberi Rp.50 juta. Tentu saja,
dengan anggaran yang sedikit, kualitas perbaikan pesawat atau penggantian suku
cadang pesawat menjadi kurang.
Kasus lainnya, manakala dia meminta
penggantian ban roda pesawat menjadi baru semua, pemilik ternyata menolak.
Mereka bahkan menyarankan agar ban pesawat memakai yang vulkanisir. Padahal,
ban vulkanisir yang bersertifikat pun maksimal hanya bisa dipakai tiga kali penerbangan.
Celakanya, akibat ban vulkanisir itu alih-alih menghemat, malah pesawatnya
hancur gara-gara kecelakaan, bahkan kini izin terbangnya dicabut. “Seca ra
pribadi, kalau melihat apa yang terjadi di Adam Air, jujur saja kok seperti
mengelola toko kelontong saja,” katanya kesal. Dia mengungkapkan, pemilik kerap
mem-by-pass dalam pengambilan
keputusan. Dia pun tidak setuju jika penyebab kecelakaan Adam Air selama ini
dialamatkan ke para pilot. Skill
pilot Adam Air, menurutnya, sudah kompeten dan sesuai dengan aturan.
Berbeda dari beberapa rekannya yang
mengecam manajemen Adam Air, Rinaldy Yuliddin justru memuji. “Tidak ada
intervensi Sandra Ang dan Adam Suherman. Mereka sangat profesional,” tuturnya.
Sejak dia bergabung dengan Adam Air pada tahun 2005, suku cadang yang dipakai
maskapai itu telah sesuai dengan aturan Company Maintenance Manual. Setiap
hari, ada tiga jadwal perawatan rutin yang harus dilakukan, yakni sebelum
terbang, saat transit, dan harian yang dilakukan oleh teknisi Adam Air yang
berlisensi.
Kendati demikian, di mata pengamat
bisnis penerbangan, kiprah keluarga Suherman mengelola Adam Air pun dinilai
tidak profesional. Rhenald Kasali mengatakan, jika diibaratkan dengan model
DNA, karakter keluarga ini ber-DNA Glodok, tapi ingin menangani perusahaan
penerbangan. Padahal, bisnis penerbangan itu sarat integritas tinggi
(transparansi, keamanan, kepastian). “Kalau seorang pengusaha, DNA-nya
pedagang, mentalnya informal. Ironisnya, di industri airlines tidak bisa begitu. Semua sistemnya harus jelas karena
regulasinya banyak,” ujar pakar manajemen dari Magister Manajemen Universitas
Indonesia itu.
Ketika kondisi manajemen Adam Air
agak oleng, masuklah investor baru, yaitu Grup Bhakti Investama melalui PT
Global Transport Service dan PT Bright Star Perkasa pada tanggal 7 Maret 2007.
Bhakti menyetor modal Rp.157,5 miliar untuk mendapatkan porsi saham 50%.
Investor baru diharapkan meningkatkan kinerja Adam Air. Ternyata, hasilnya di
luar dugaan. “Bergabungnya Bhakti dengan Adam Air setahun terakhir tidak terlalu
banyak memberikan perubahan positif,” ujar Nasrullah Nawawi, Manajer SDM &
Legal Adam Air, menegaskan. Pihak pendiri tetap tidak transparan dalam
pengadaan barang. Di sisi lain, pihak Bhakti terlalu cepat memaksakan sistem
yang mereka inginkan tanpa peduli kultur pemilik lama. Bisa ditebak, kisruh di
antara kedua pemegang saham itu makin memuncak. Buntutnya, Keluarga Suherman
dilaporkan Bhakti telah menggelapkan uang. Misalnya, penjualan tiket tercatat
Rp.1,172 triliun, tapi uang yang masuk ke rekening perusahaan hanya Rp.1,139
triliun. Lalu, pembelian suku cadang senilai Rp.120,8 miliar tidak bisa
dipertanggungjawabkan. Bahkan pada tahun 2005, Adam Air ketahuan tidak membayar
pajak sebesar Rp.15,24 miliar.
Terlepas dari carut-marutnya
manajemen Adam Air, harus diakui, maskapai itu telah berhasil membentuk citra
sebagai salah satu lowcost carrier
(LCC) terbaik di Indonesia sehingga menjadi salah satu pemain kuat di jalur
penerbangan domestik. Namun, jumlah angkutan penumpang (pax load factor) yang tinggi itu tidak diimbangi dengan low operoting cost (biaya operasional
penerbangan yang rendah). Alhasil, lebih besar pasak daripada tiangnya.
Menurut Hentje, banyak pelajaran
berharga yang bisa dipetik dari kasus kegagalan bisnis Adam Air sebagai LCC. Pertama, maskapai penerbangan yang
menjual tiketnya dengan tarif murah juga harus memerhatikan dan menjaga agar
biaya operasional penerbangannya tetap rendah (low operating cost). Sebab, cuma maskapai penerbangan yang memiliki
struktur biaya operasional paling rendah yang bakal memenangi persaingan. Kedua, SDM yang berpengalaman, kompeten,
dan profesional merupakan aset terbesar dan terpenting dalam bisnis penerbangan
serta menentukan maju-mundurnya perusahaan penerbangan. Ketiga, peran pemerintah sebagai regulator dan pengontrol
perusahaan penerbangan harus benar-benar dijalankan secara konsisten dan tanpa
pandang bulu.
Yang jelas, untuk menjadi maskapai
teladan dalam industri penerbangan di Indonesia, menurut Hentje, ada beberapa
aspek yang harus dipenuhi. Dari sudut pandang konsumen, harus memiliki standar
keamanan, keselamatan, dan pelayanan yang tinggi, serta tarif yang terjangkau
oleh masyarakat. Dari sisi karyawan, wajib memiliki standar kesejahteraan dan
pelayanan yang tinggi, serta komunikasi dua arch secara sehat. Lalu, dari sudut
pandang pemerintah, harus menegakkan peraturan yang berlaku.
Reportase: Afiff Maulana Dewanda, Darandono, Herning
Banirestu, M.Husni Mubarak, S. Ruslinajutut Handayani, dan Wini Angraen/Riset:
Sarah Ratna Herni
(Sumber: Majalah SWA, 15 Mei 2008)
Pertanyaan
untuk Diskusi
Dosen Anda akan memberikan pertanyaan mengenai kasus di
atas.
Pemahaman
Mengenai Etika dalam Berbisnis
Dalam berwirausaha, apa pun juga
bisnis yang Anda tekuni, ingatlah bahwa usaha yang langgeng adalah usaha yang
dijunjung oleh nilai-nilai etika. Berbagai studi menemukan, perusahaan-perusahaan
yang tumbuh menjadi besar bukanlah perusahaan yang diawali oleh manajer-manajer
hebat yang digaji mahal, atau dibangun oleh pendiri yang luar biasa. Juga bukan
spirit kewirausahaan gila-gilaan dengan keberanian luar biaya. Demikian juga
bukan modal kuat atau kecerdasan para pendirinya.
Perusahaan yang tumbuh menjadi besar
justru dimulai dari orang-orang biasa yang sedari awal memegang teguh
nilai-nilai moral dan etika. Mereka menjaga kepercayaan dan tidak sembarangan
dalam berkata-kata, apalagi dalam bertindak. Mereka bekerja dengan tata nilai,
dan merekrut orang dengan melihat nilai-nilai yang dianutnya. Mereka menanamkan
nilai-nilai yang sehat sedari awal.
Apakah yang dimaksud dengan etika?
Beberapa sumber menyebut etika sebagai suatu pedoman untuk mendapatkan hidup
yang bernilai atau bermartabat. Untuk itulah, etika memberikan petunjuk
tindakan-tindakan apa yang benar dan apa yang salah. Menurut The World Book Encyclopedia (2008),
etika mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang benar dan salah dengan
menggunakan metode “reasoning,” bukan
benar-salah menurut kepercayaan atau tradisi.
Oleh karena itu, selalu ada “reason” (alasan) mengapa kita harus
memegang teguh etika. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut ini dan lihatlah
apa yang akan Anda dapatkan kalau Anda konsisten menjalankan apa yang Anda
katakan (Maxwell, 1982).
Apa
yang Saya Katakan
|
Apa
yang Saya Lakukan
|
Apa
yang Mereka Kerjakan
|
·
Saya berkata kepada karyawan:
“Datanglah ke kantor tepat waktu.”
|
·
Saya tiba tepat waktu.
|
·
Mereka datang tepat waktu.
|
·
Saya berkata kepada karyawan:
“Bersikaplah positif.”
|
·
Saya menunjukkan sikap
positif.
|
·
Mereka akan berperilaku
positif.
|
·
Saya berkata kepada karyawan:
“Utamakan pelanggan.”
|
·
Saya mendahulukan konsumen.
|
·
Mereka mengutamakan konsumen.
|
Sekarang, apa jadinya kalau hal yang
saya lakukan berbeda dengan yang saya ucapkan seperti berikut ini.
Apa
yang Saya Katakan
|
Apa
yang Saya Lakukan
|
Apa
yang Mereka Kerjakan
|
·
Saya berkata kepada karyawan:
“Datanglah ke kantor tepat waktu.”
|
·
Saya selalu terlambat.
|
·
Beberapa karyawan akan tepat
waktu dan yang lainnya tidak
|
·
Saya berkata kepada karyawan:
“Bersikaplah positif.”
|
·
Saya menjalankan perilaku
negatif.
|
·
Hanya beberapa orang yang
positif, selibihnya negatif.
|
·
Saya berkata kepada karyawan:
“Utamakan pelanggan.”
|
·
Saya mengutamakan diri saya
lebih dulu.
|
·
Hanya beberapa orang yang
mendahulukan pelanggan, yang lainnya tidak.
|
Ketika manajemen Adam Air mengurangi
anggaran maintenance, pasti mereka
mempunyai alasan. Bagi sebagian besar Low
Cost Carrier (LCC) seperti Adam Air, “cost
is the enemy.” Mereka tidak ingin memelihara cost, apa lagi fixed cost
(biaya tetap). Karena mengejar penumpang dalam jumlah besar (volume), maka harga tiket pesawat harus
murah. Supaya harga tiketnya murah, maka struktur biayanya (cost) harus dibuat rendah. Hanya saja,
apakah biaya yang ditekan itu masih bisa menjamin keselamatan penumpang?
Itu baru dari sisi perusahaan.
Bagaimana dari sisi pengawas keselamatan penerbangan? Apakah dengan mengetahui
hal-hal di atas aparatur pemerintah layak mendiamkannya? Apa alasan mereka
mendiamkannya? Selalu ada alasan mengapa seseorang mengambil tindakan A, dan
bukan B. Peter Koestenbaum (2002) memberikan formula untuk memahami etika
sebagai “melayani sesama.”
Karena keberadaan kita ditentukan
oleh adanya orang lain, maka janganlah melakukan sesuatu pada (untuk) orang
lain atas apa yang kita sendiri tidak senang menerimanya. Misalnya, Anda tak
senang tertipu, maka janganlah melakukan penipuan pada orang lain.
Melayani sesama juga berarti Anda
mau melihat dari kacamata orang lain. Masuklah ke dalam alam berpikir orang
lain (another person’s point of view)
dan lihatlah apakah perbuatan Anda menyenangkan atau tidak.
Sering kali, orang tidak menyadari
bahwa perbuatannya akan mencelakakan orang lain sebelum waktunya tiba. Awalnya,
Anda akan merasa tidak ada masalah. Anda menekan biaya, konsumen Anda senang,
Anda pun meraih keuntungan. Namun, lihatlah apa akibatnya dalam rentang waktu
yang lebih panjang. Apakah tindakan Anda akan mencelakakan keselamatan
pelanggan-pelanggan Anda?
Dalam konteks yang lebih luas, “melayani
sesama” juga berarti Anda menjadi seorang yang lebih dari orang yang
mengembangkan orang lain (karyawan). Anda berarti menjadi mentor atau guru yang
membantu karyawan-karyawan Anda menemukan hidupnya, melepaskan
belenggu-belenggu mereka, dan membuat hidup mereka lebih bermakna, lebih
bernilai.
Sekali lagi, bekerjalah dengan tata nilai.
Bangunlah nilai-nilai dan terapkan dalam hidup Anda, dalam usaha yang Anda
bangun. Janganlah melakukan sesuatu pada orang lain hal yang Anda sendiri tidak
ingin mengalaminya.
Tips
Praktis
Untuk Menjalankan bisnis yang
beretika, perhatikan hal-hal berikut ini.
·
Jangan masuk ke dalam bisnis
yang tidak rill, apalagi yang menjanjikan kekayaan dalam waktu cepat (instant). Hindari membaca buku-buku yang
menjanjikan cara-cara cepat, instan, dan memotong kompas.
·
Yakinlah dan ucapkan terus
dalam diri Anda bahwa Anda mampu bekerja keras dan kerja keras selalu berakhir baik.
·
Berbisnislah dengan nilai-nilai
kejujuran, keadilan, persamaan, keterbukaan,win-win,
melayani, dan tanamkan nilai-nilai itu di usaha yang Anda bangun.
·
Jangan tergoda untuk cepat
berhasil. Ingatlah, semua ada waktunya. Waktu yang terlalu cepat dipacu dapat
berisiko negatif.
·
Rekrutlah karyawan yang jujur dan
jalankan apa yang Anda ucapkan.
Daftar
Pustaka
Koestenbaum, R.
2002. Leadership: The Inner Side of
Greatness: A Philosophy for Leaders. San Francisco: Jossey-Bass.
Maxwell, J. C..
2002. Leadership 101: What Every Leader
Needs to Know. Tennessee: Thomas Nelson, Inc.
Rahayu, E. M..
Mei 2008. Belajar “Dari Kegagalan Si
Burung Besi Orange” http://www.swa.co.id/
swamajalah/sajian/details.Php?cid=I&id=7471.
World book.
2008. The World Book Encyclopedia. Chicago:
World Book, Inc.
Komentar
Posting Komentar