JOKOWI (JAGA DAN OLAH KONDISI WILAYAH) HUTAN LAMBUSANGO DI PULAU BUTON BERBASIS KEPEMUDAAN MELALUI LEARN, PLANTING AND TAKE CARE METHOD

JOKOWI (JAGA DAN OLAH KONDISI WILAYAH) HUTAN LAMBUSANGO DI PULAU BUTON BERBASIS KEPEMUDAAN MELALUI LEARN, PLANTING AND TAKE CARE METHOD

ARTIKEL
Oleh:
Jendri Mamangkey
NIM: F1D1 10 004
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
OKTOBER 2014

Abstrak
Pelestarian hutan saat ini tidak lepas dari peranan pemuda/pemudi Indonesia, pemuda/pemudi menjadi elemen tak terpisahkan dari masyarakat umumnya. Kondisi Hutan Lambusango hari kehari semakin terancam dengan berbagai kegiatan-kegiatan manusia yang berada disekitar hutan Lambusango maupun dari luar daerah. Kegiatan penambangan oleh perusahaan, penebangan hutan secara liar, dan perburuan hewan-hewan endemik merupakan jenis kegiatan yang saat ini terjadi disekitar hutan Lambusango. Learn, Planting and Take Care Method hadir sebagai penunjang terhadap kegiatan pelestarian hutan Lambusango. Pemberdayaan pemuda-pemudi di wilayah Kabupaten Buton perlu diprioritaskan mengingat mereka sebagai pelopor terhadap kelestarian Hutan Lambusango untuk masa selanjutnya. Metode Learn, Planting and Take Care Method merupakan bentuk metode berkontinyu dari pelaksanaan kegiatan pelestarian Hutan Lambusango, metode diawali dengan pembelajaran, selanjutnya penanaman pohon dan perawatan pohon. Metode tersebut menjadi bagian menjaga dan mengolah kondisi wilayah hutan Lambusango.
Kata Kunci: Pemuda/Pemudi, Learn, Planting and Take Care Method, Hutan
Lambusango
A. Pendahuluan
Salah satu sektor dalam pembangunan keberlanjutan di negara kita adalah terciptanya hutan lestari demi kesejahteraan masyarakat. Multifungsional hutan yang dapat menunjang kesejahteraan masyarakat melalui manfaat yang diberikan baik secara langsung dan tidak langsung. Manfaat langsung seperti penyediaan
kayu, habitat tumbuhan dan hewan, dan hasil pertambangan. Sedangkan manfaat tidak langsung seperti manfaat rekreasi, perlindungan, pengaturan tata air, pencegahan erosi.
Lestarinya hutan, dalam hal ini daya dukung terhadap segala aspek kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi rendahnya kesadaran manusia akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Daya dukung tersebut perlu ditunjang oleh perhatian manusia sebagai salah satu konsumen terhadap hutan. Menurut Reksohadiprojo (2000), hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan.
Hutan Lambusango merupakan salah satu hutan lindung yang keberadaannya di Pulau Buton Sulawesi Tenggara seluas 65.000 ha. Hutan ini memiliki topografi alam datar hingga berbukit dengan curah hujan per tahun rata-rata berkisar 1.980 mm, suhu udara berkisar di antara 200C hingga 340C serta kelembapan sekitar 80% (www.wisatamelayu.com). Purwanto (2006) dalam editorialnya bahwa hutan Lambusango merupakan ekosistem hutan terbaik di Pulau Buton. Selama 10 tahun terakhir, Operation Wallacea menemukan 21 spesies vertebrata baru, yaitu 4 ikan, 11 reptil dan amphibi, 2 mamalia kecil, 3 kelelawar dan 1 primata. Hutan Lambusango merupakan benteng terakhir perlindungan Anoa (Bubalus sp.). Hutan Lambusango juga menjadi surga burung dilindungi Sulawesi, ada 12 jenis burung yang masuk kategori terancam (menurut IUCN) berumah dihutan ini.
Sumbangsih pemikiran serta tindakan nyata perlu dilakukan demi lestarinya hutan Lambusango, hutan yang menjadi sarana dan prasarana bagi keseimbangan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara dan Indonesia secara umum. Pemuda/pemudi secara khusus yang masih berada dibangku pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan elemen yang menjaga kelestarian hutan Lambusango. Mereka menjadi pelopor bagi kestabilan ekosistem hutan Lambusango. Saat ini peran aktif pemuda-pemudi sangatlah minim dalam pelestarian hutan Lambusango, karena pelestarian hutan Lambusango masih bergantung pada sistem lestari berbasis masyarakat. Hal ini juga perlu
diselaraskan dengan diberdayakannya pemuda-pemudi di pulau Buton dalam menjaga hutan Lambusango.
Penerapan metode berbasis peran aktif pemuda-pemudi Buton sangat diperlukan. Penulis menggagas metode leting care (learn, planting and take care), sebagai upaya meminimalisir rusaknya hutan Lambusango dan mengoptimalkan sumberdaya manusia yang ada di Pulau Buton. Karena itulah peran pemuda/pemudi melalui metode leting care (learn, planting and take care) sebagai pelopor kelestarian hutan lambusango mutiara hijau dari timur di jantung
pulau buton sangat penting untuk dikembangkan.
B. Hutan Lambusango di Pulau Buton Sulawesi Tenggara (Kondisi dan Masa Depan)
Hutan lambusango adalah benteng terakhir keragaman hayati Bioregion Wallacea. Wallacea adalah wilayah unik di dunia, tempat bercampurnya tumbuhan dan hewan dari Asia dan Australia. Di hutan ini kita bisa melihat bagaimana monyet Asia seperti Andoke (Macaca ochreata brunescens) berbagi hunian dengan kaskus (Ailurops ursinus), mamalia berkantong yang biasa ditemukan di Australia. Hutan Lambusango memiliki 21 satwa bertulang belakang (ikan, katak, mamalia kecil, kelelawar, bahkan primata) yang hanya ada di Pulau Buton saja. Pengamatan burung rangkong, monyet, tarsius, bahkan anoa lebih mudah ditemukan di Kabupaten Buton dari pada wilayah lain di Bioregion Wallacea.
Tercatat ada sekitar 120 spesies burung ditemukan di hutan ini, 36 jenis diantaranya endemik Sulawesi. Hutan yang masih utuh ini terletak di jantung Pulau Buton, dimana seluruh daerah tangkapan air dari sungai-sungai yang mengalir ke selatan berada di hutan ini. Data dinas kehutanan Kabupaten Buton tahun 2013 menunjukkan, hutan Lambusango (± 65.000 ha) berdasarkan status kawasannya, terdiri dari kawasan konservasi seluas 28.510 ha yang dibagi menjadi dua, yaitu Cagar Alam Kakenauwe (± 810 ha) dan Suaka Marga Satwa Lambusango (± 27.700), sedangkan ± 35.000 ha lagi merupakan kawasan hutan lindung dan hutan produksi (butonkab.go.id)
Itulah sebabnya, hutan Lambusango merupakan aset Kabupaten Buton yang tak ternilai harganya. Selain menjadi rumah bagi sejuta hidupan liar, hutan
Lambusango merupakan paru-paru dunia yang akan menentukan masa depan anak cucu kita kelak. Tidaklah mengherankan bila Lambusango bisa dikatakan sebagai mutiara hijau dari timur. Mutiara hijau yang menjadi kebanggaan masyarakat Buton. Mutiara hijau yang diyakini mampu menjadi magnet wisatawan domestik bahkan mancanegara.
Hutan Lambusango saat ini menghadapi berbagai ancaman serius diantaranya kegiatan pembalakan liar, illegal loging dan perambahan hutan yang dapat mengurangi sumber mata air yang telah memberikan manfaat bagi masyarakat Buton dan sekitarnya. Ancaman yang tidak kalah pentingnya adalah musnahnya kekayaan hayati hutan Lambusango secara perlahan. Hutan Lambusango memberikan manfaat bagi sekitar 300 ribu masyarakat Kabupaten Buton dan Kota Bau-Bau yang tersebar di 14 kecamatan dan 132 desa.
Saat ini telah terjalin beberapa kerja sama seperti terbentuknya Forum Kemasyarakatan Lambusango (FHKL) sebagai mitra pemerintah yang berperan aktif dalam memperkuat kebijakan penatakelolaan hutan membangun pengamanan hutan berbasis masyarakat (m3sultra.Wordpress.com). Hutan Lambusango memiliki keindahan alam yang menawan. Keindahannya tercipta dari perpaduan hamparan aneka flora dan fauna yang menjadi ciri khas satwa dan tumbuhan di Sulawesi Tenggara. Jenis flora yang ada dihutan Lambusango seperti kayu besi (Mitocideros petiolata), kuma (Palaquium obovatum), wola (Vitex copassus), bayam (Intsia bijuga), cendrana (Pterocarpus indicus), bangkali (Anthocephallus macrophyllus), kayu angin (Casuarina rumpiana), sengon (Paraserianthes falcataria), dan rotan (Calamus spp.). Sedangkan aneka jenis fauna di hutan ini meliputi anoa, kera hitam, rusa, kus-kus, sapi liar, biawak, merpati hutan putih dan abu-abu, musang Sulawesi, serindit Sulawesi, dan
beraneka satwa lainnya.
C. Pemuda/Pemudi Sebagai Pelopor Lestari Hutan Lambusango
Pemuda dan pemudi hadir sebagai bagian pembangunan kesejahteraan masyarakat disekitarnya. Menurut Satries (2009), bahwa pemuda adalah salah satu pilar yang memiliki peran besar dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga maju mundurnya suatu negara ditentukan juga oleh pemikiran dan kontribusi aktif dari pemuda di negara tersebut. Bentuk pembangunan di
daerahnya dapat direalisasikan melalui keikutsertaan dalam menjaga dan melestarikan Hutan Lambusango. Mengubah pola pikir pemuda/pemudi dalam memanivestasikan pemikiran-pemikirannya dalam memberikan saran dan solusi terhadap keseimbangan ekosistem hutan Lambusango. Hutan Lambusango yang merupakan paru-paru dunia terletak dijantung Pulau Buton ini menjadi perhatian bagi masyarakat lokal dan asing. Perhatian ini dikarenakan hutan Lambusango menjadi daya tarik yang memiliki kekhasan flora dan fauna Sulawesi Tenggara.
Pemuda/pemudi menjadi agen perubahan sikap terhadap pengelolaan Hutan Lambusango secara baik dan bijak. Menyatukan kekuatan dan visi bersama menjaga dan merawat Hutan Lambusango. Kehidupan dalam dan luar Hutan Lambusango akan saling melengkapi terhadap kebutuhannya satu sama lain. Kebutuhan manusia akan sumber air, sumber kayu, sumber tumbuhan obat dan lain-lain. Sedangkan kebutuhan flora dan fauna terpenuhi dengan kestabilan
habitat dan ketersediaan makanan mereka.
D. Penerapan Learn, Planting and Take Care Method oleh Pemuda/Pemudi
Learn, Planting and Take Care Method merupakan metode terkini dimana peran aktif pemuda/pemudi diutamakan dalam pelaksanaan kegiatan. Pemuda-pemudi yang dimaksud secara khusus mereka saat ini berpendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Hal ini dimaksudkan jiwa semangat dan motivasi mereka masih terus tumbuh, oleh karena itu jiwa pemuda/pemudi tersebut dapat digunakan untuk menjaga dan mengolah Hutan Lambusango.
Learn, Planting and Take Care Method salah satu dari banyak cara yang dilakukan untuk menjaga kelestarian hutan Lambusango. Perbedaan yang mendasar dari cara-cara lain yang sudah ada sebelumnya bahwa Learn, Planting and Take Care Method adalah metode berkelanjutan dan berkaderisasi. Berkelanjutan artinya ada tahapan-tahapan yang perlu dilalui untuk menjadikan kegiatan ini dalam satu metode. Tahap awal yaitu learn, learn adalah proses belajar dan mengajar tentang hutan Lambusango, pemuda/pemudi belajar ekosistem hutan Lambusango, proses ini dibimbing secara langsung oleh guru-guru kelas mereka. Hutan Lambusango dapat dijadikan sebagai media pembelajaran indoor yang mampu menjelaskan teori-teori tertulis, kondisi serta
permasalahan yang ada akan menjadi bagian penting dalam pembelajaran pemuda/pemudi.
Tahap kedua yaitu planting, setelah proses belajar dan mengajar selesai para pemuda/pemudi ini diberikan pengarahan tentang kondisi pohon-pohon dihutan Lambusango masa yang akan datang. Tahapan planting, diawali dengan observasi awal terhadap jenis-jenis pohon yang perlu ditanam untuk menggantikan pohon-pohon tua. Selanjutnya berkoordinasi dengan dinas kehutanan Kabupaten Buton terkait permasalahan tersebut. Tahapan akhir dari metode ini adalah take care, take care merupakan tahapan bagaimana cara merawat tanaman dengan memberi pupuk dan penyiraman.
Melalui kegiatan ini akan dipilih setiap tahunnya sekolah yang menjadi duta hutan Lambusango, pemilihan dilakukan melibatkan pemerintah Buton setempat. Pemilihan didasarkan oleh kegiatan Learn, Planting and Take Care Method yang telah dicapai sekolah. Sekolah terpilih akan mengadakan seminar- seminar nasional yang berhubungan dengan kondisi perkembangan hutan Lambusango.
Keberhasilan Metode Learn, Planting and Take Care dapat dilihat dengan perubahan-perubahan ekosistem hutan Lambusango yang terjadi, mulai dari tingkat natalitas flora dan fauna serta mortalitas flora dan fauna. Semakin meningkatnya tingkat natalitas flora dan fauna mengindikasikan habitat dan makanan tercukupi bagi kehidupan mereka, hal ini disebabkan kegiatan dari
Learn, Planting and Take Care yang menunjang lestarinya habitat asli.
E. Kesimpulan
Melestarikan hutan Lambusango berbasis kepemudaan melalui learn, planting and take care method merupakan awal dari upaya kegiatan pelestarian hutan secara menyeluruh di Indonesia. Pemuda/pemudi perlu dijadikan promotor bagi kegerakan pelestarian hutan Lambusango secara khusus dan hutan di Indonesia pada umumnya. Belajar, menanam dan merawat menjadi komitmen pemuda/pemudi demi homeostatis ekosistem hutan Lambusango, sehingga slogan Jokowi (jaga dan olah kondisi wilayah) terealisasi diseluruh wilayah Indonesia.
Melestarikan hutan Lambusango di pulau Buton berbasis pemberdayaan pemuda/pemudi merupakan suatu upaya pembangunan manusia terhadap pola pikir melestarikan hutan sejak dini. Pemuda/pemudi yang memiliki karakter dan
potensi yang luar biasa bagi Negara Indonesia masih belum diolah dan diberdayakan dengan baik. Oleh karena itu terwujudnya hutan lestari secara konprehensif perlu upaya-upaya yang konprehensif juga dari pemerintah. Dengan pendekatan learn, planting and take care method yang dilakukan dalam kegiatan melestarikan hutan Lambusango di pulau Buton secara khusus, dan diseluruh wilayah Indonesia pada umumnya sebagai terobosan awal untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
http://m3sultra.Wordpress.com
http://www.butonkab.go.id
Purwanto, E., 2006, Membangun Pasar Ekowisata Buton, Editorial Edisi X, Buletin Lambusango Lestari, Buton.
Reksohadiprodjo, S., dan Brodjonegoro, B.P., 2000, Ekonomi Lingkungan (Suatu Pengantar), BPFE, Yogyakarta.
Satries, I.W., 2009, Peran Serta Pemuda Dalam Pembangunan Masyarakat, Jurnal Madani Edisi 1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum: Pembuatan Kombucha

PEMBUATAN WINE (ANGGUR)

KERAGAMAN JENIS BENTHOS DI PERAIRAN WISATA BAHARI DESA TANJUNG TIRAM KECAMATAN MORAMO UTARA KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA