Produksi Bioetanol dari Limbah Ampas Sagu
Produksi Bioetanol dari Limbah Ampas Sagu
(Metroxylon sagu forma sagu Rauw) Menggunakan
Bakteri Amilolitik indigenous
BIDANG KEGIATAN:
PKM-P
Diusulkan oleh:
Ketua Kelompok:
Jendri Mamangkey (F1 D1 10 004/2010)
Anggota Kelompok:
Mawardi Janitra (F1 D1 09 070/2009)
Arsita Adam (F1 D1 10 050/2010)
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2012
A. JUDUL PROGRAM
Produksi
bioetanol dari limbah ampas sagu (Metroxylon
sagu forma
sagu Rauw)
menggunakan Bakteri Amilolitik indigenous.
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Seiring
dengan ketersediaan energi di dunia yang semakin menipis sedangkan kebutuhan
akan energi semakin hari semakin meningkat, sehingga pencarian sumber energi baru sebagai energi alternatif sangat perlu dilakukan.
Salah
satu sumber energi
baru yang potensial untuk dikembangkan adalah bioetanol. Secara lebih spesifik
bioetanol adalah cairan yang dihasilkan melalui proses fermentasi gula dari
penguraian sumber karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme (Anonim, 2007).
Bioetanol dapat juga diartikan sebagai bahan kimia yang memiliki ada sifat
kesamaan dengan minyak premium, karena terdapatnya unsur – unsur seperti karbon
(C) dan hidrogen (H). (Khairani, 2007).
Bioetanol
memiliki kelebihan dibanding dengan BBM, diantaranya memiliki kandungan oksigen
yang lebih tinggi (35%) sehingga terbakar lebih sempurna, bernilai oktan lebih
tinggi (118) dan lebih ramah lingkungan karena mengandung emisi gas CO lebih
rendah19–25% (Indartono Y.,
2005). Selain itu
bioetanol dapat diproduksi oleh mikroorganisme secara terus menerus. Produksi
bioetanol di berbagai negara telah dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang
berasal dari hasil pertanian dan perkebunan (Sarjoko, 1991).
Saat ini produksi bioetanol banyak
yang berasal dari tanaman jagung, tebu, dan kelapa sawit, namun para pengamat beranggapan bahwa
pengembangan bioetanol telah menimbulkan dampak negatif yaitu berkurangnya
lahan pertanian pangan dan kenaikan harga pangan. Padahal kebutuhan pangan
meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan pola makan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
mencari bahan baku alternatif lain dari sektor non
pangan untuk pembuatan bioetanol. Bahan amilum dan selulosa memiliki potensi
sebagai bahan baku alternatif pembuatan bioetanol, salah satu contohnya adalah
limbah ampas sagu (ampas
sagu).
Ampas
sagu merupakan hasil samping industri pengolahan pati, yaitu residu selular
empulur sagu berserat ((Singhal et al. 2008).
Proses
dasar pembuatan bioetanol dari tumbuh-tumbuhan dalam skala besar adalah dengan
menggunakan mikroba dari golongan bakteri yang mampu memfermentasikan gula yang terkandung didalamnya, setelah
proses fermentasi terjadi, gula kemudian
mengalami proses distilasi, dehidrasi dan denaturisasi sebagai tahap akhir
(Kardono, 2008).
Ampas sagu merupakan substrat
yang berpotensi untuk dimanfaatkan untuk
produksi bioetanol karena masih mengandung karbohidrat tinggi seperti amilum
yang masih cukup tinggi (Wina et al.,
1986). Penggunaan ampas sagu sebagai substrat untuk produksi etanol membutuhkan
bakteri yang mempunyai aktivitas ganda, yaitu mampu menghidrolisis amilum
(aktivitas amilolitik) sehingga komponen tersebut tersedia untuk dikonversi
menjadi etanol. Penelitian yang dilakukan oleh Yanti et al. (2009) berhasil mengisolasi bakteri indigenous (dari habitat lokal) yang bersifat
amilolitik (mampu mengkonversi pati menjadi glukosa). Isolat bakteri dengan kode strain ASA7 tersebut diisolasi dari ampas sagu yang terdapat pada pengolahan tepung sagu di Desa Andarao Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
Sulawesi Tenggara (Yanti et al., 2009) dan isolat bakteri ini dapat dimanfaatkan untuk
mengkonversi ampas sagu menjadi etanol. Berdasarkan uraian
pada latar belakang permasalahan tersebut, maka penelitian untuk memproduksi bioetanol dari limbah ampas sagu (Metroxylon sagu forma sagu Rauw) menggunakan Bakteri indigenous perlu dilakukan demi menjawab tantangan
penggunaan energi yang ramah lingkungan.
C. PERUMUSAN MASALAH
Meningkatnya
limbah pertanian akibat perkembangan industri pertanian menimbulkan pengaruh
pencemaran lingkungan. Limbah pertanian merupakan hasil samping industri
pengolahan pertanian. Salah satu limbah pertanian dari hasil samping industri
adalah limbah ampas sagu. Limbah ampas sagu merupakan biomassa yang mengandung komponen penting,
seperti pati dan selulosa. Namun, limbah sagu belum banyak dimanfaatkan
sehingga belum memiliki nilai ekonomi. Padahal, limbah sagu berpotensi sebagai
sumber BBN non-pangan dalam produksi bioetanol. Bioetanol yang berasal dari BBN
non-pangan merupakan solusi alternatif dalam mengatasi permasalahan persaingan
sumber penghasil bioetanol dengan bahan pangan dan pakan. Oleh karena itu,
perlu upaya yang sungguh-sungguh dalam mengembangkan bioetanol yang bersumber
dari limbah sagu guna menyelesaikan permasalahan bangsa Indonesia khususnya
serta permasalahan dunia umumnya dalam menghadapi tantangan dan menciptakan
bahan bakar yang terbarukan guna menggantikan bahan bakar konvensional. Dalam
pengembangannya terdapat beberapa permasalahan. Permasalahan yang akan diungkap
pada penelitian ini, yaitu:
1. Potensi
limbah ampas sagu sebagai bahan baku
alternatif dari sektor non pangan untuk
pembuatan bioetanol merupakan salah satu solusi alternatif dalam mengatasi
permasalahan persaingan sumber penghasil bioetanol dengan bahan pangan dan
pakan.
2. Kemampuan isolat bakteri amilolitik indigenous dalam memproduksi bioetanol dari substrat ampas sagu.
D. TUJUAN PROGRAM
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini
diantaranya adalah :
1. Tujuan Umum
Mengetahui produksi bioetanol
dari limbah ampas sagu (Metroxylon sagu
forma sagu Rauw) menggunakan Bakteri Amilolitik indigenous yang berasal dari Desa Andarao
Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara
2. Tujuan Khusus
a)
Mengetahui potensi limbah ampas
sagu sebagai bahan baku alternatif dari sektor non pangan untuk pembuatan
bioetanol.
b)
Mengetahui kemampuan bakteri amilolitik indigenous dalam memproduksi bioetanol dari substrat ampas sagu.
E. LUARAN YANG DIHARAPKAN
Penelitian
Produksi bioetanol dari limbah ampas sagu (Metroxylon
sagu forma sagu Rauw) menggunakan Bakteri Amilolitik indigenous diharapkan akan diperoleh hasil
sebagai berikut:
a)
Bioetanol dari
bahan baku non pangan limbah ampas sagu (Metroxylon
sagu forma sagu Rauw)
b)
Bioetanol dari substrat ampas sagu hasil fermentasi bakteri amilolitik indigenous (isolat lokal) yang berasal dari Desa Andarao Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
Sulawesi Tenggara.
F. KEGUNAAN PROGRAM
Program penelitian ini memiliki beberapa kegunaan,
antara lain:
1.
Memanfaatkan
limbah ampas sagu (Metroxylon sagu
forma sagu Rauw) sebagai bahan baku non pangan pada pembuatan bioetanol,
mengingat limbah sagu merupakan biomassa
yang mengandung komponen penting, seperti pati dan selulosa
2. Kuantitas
ampas sagu yang besar di dalam air limbah praolah berkontribusi terhadap BOD
dan COD air limbah secara signifikan. Limbah ini akan menjadi masalah
lingkungan yang serius bila tidak di perlakukan untuk tujuan tertentu atau
dibuang dengan cara yang benar. Dengan demikian, limbah sagu dapat menjadi
alternatif sumber BBN yang berasal dari biomassa lignoselulosa.
3. Meningkatkan
nilai ekonomi limbah ampas sagu yang sebelumnya hanya digunakan untuk bahan
pakan ternak, saat ini dapat dimanfaatkan untuk memproduksi energi terbarukan
dalam mengurangi pemanasan global serta menyediakan energi tinggi untuk
menggantikan BBM konvensional.
4. Memproduksi
bioetanol dengan bantuan fermentasi Bakteri Amilolitik indigenous (isolat lokal) yang berasal dari Desa Andarao Kecamatan Sampara
Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.
G. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kebutuhan dan Konsumsi Energi Nasional
Tingkat kebutuhan
bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia saat ini telah mencapai lebih dari 1,3
juta barrel per hari, padahal produksi BBM nasional hanya 950 barrel per hari,
akibat kenaikan permintaan energi nasional yang terus melambung menyebabkan
subsidi yang ditanggung pemerintah semakin tinggi. Oleh karena itu pemerintah
mengkampanyekan agar masyarakat dapat terus melakukan hemat terhadap pemakaian
BBM. Pulau Jawa-Bali berada pada urutan pertama penggunaan BBM, yakni sebanyak
57 persen dari keseluruhan penggunaan BBM nasional sehingga menjadi dasar
pemerintah untuk melaksanakan pencanangan Gerakan Hemat BBM Nasional (Dep.
ESDM 2008).
2.
Potensi Limbah Ampas Sagu ( Metroxylon
sagus Rottb) Sebagai
Bahan Baku Penghasil Bioetanol
Sebagai negara yang terletak didaerah tropika basah,
Indonesia kaya akan tanaman penghasil karbohidrat sehingga mampu menjadi sumber
karbohidrat terbesar didunia. Salah satu tanaman yang menyimpan karbohidrat
atau pati pada bagian batangnya adalah sagu (Metroxylon sagu Rottb.).
Pati sagu selain digunakan sebagai bahan makanan, juga digunakan sebagai bahan
baku untuk berbagai macam industri, seperti industri pangan, tekstil, komestik,
farmasi dan lain-lain. Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang cukup
tinggi dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lainnya,
produktifitasnya bisa mencapai 25 ton pati kering/ha/tahun apabila dikelola
dengan baik, lebih tinggi dibandingkan dengan ubi atau kentang yang hanya
mencapai 10-15 ton pati kering/ha/tahun (Bintoro 2008).
Potensi sagu di Indonesia saat ini seluas 1,128 juta ha
atau 51,3% dari 2,201 juta ha areal sagu dunia dan pemanfaatan tanaman sagu
sejauh ini cenderung terfokus pada pati yang dihasilkannya. Pengolahan batang
sagu menjadi pati hanya 16- 28%. Hasil ikutan pengolahan sagu berupa kulit
batang dan ampas sekitar 72% merupakan biomassa limbah sagu hasil industri
pengolahan sagu yang masih sangat kurang pemanfaatannya (Asben 2005).
Limbah sagu
merupakan hasil samping industri pengolahan pati. Industri ekstraksi pati sagu
menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu residu selular empulur sagu berserat
(ampas), kulit batang sagu, dan air buangan. Jumlah kulit batang sagu dan ampas
sagu adalah sekitar 26% dan 14% berdasar bobot total balak sagu (Singhal et
al. 2008).
Limbah sagu mengandung komponen penting seperti pati dan
selulosa. Jumlah limbah kulit batang sagu mendekati 26%, sedangkan ampas sagu
sekitar 14% dari total bobot balak sagu. Ampas mengandung 65,7% pati dan dan
sisanya merupakan serat kasar, protein kasar, lemak, dan abu. Dari persentase
tersebut ampas mengandung residu lignin sebesar 21%, sedangkan kandungan
selulosa di dalamnya sebesar 20% dan sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu.
Di sisi lain, kulit batang sagu mengandung selulosa (57%) dan lignin yang lebih
banyak (38%) daripada ampas sagu (Kiat, 2006)
Lignin dan
selulosa yang terkandung dalam limbah sagu membentuk ikatan lignoselulosa
bersama dengan hemiselulosa. Oleh karena itu, potensi biomassa lignoselulosa
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai gula fermentasi dalam bahan baku produksi
bioetanol sehingga meningkatkan nilai ekonomi limbah sagu. Namun, belum banyak
pemanfaatan limbah tersebut sebagai bioetanol dan untuk memanfaatkan komponen
yang terkandung di dalamnya dibutuhkan metode hidrolisis agar menghasilkan
rendemen gula yang tinggi (Akmar dan Kennedy 2001).
Pemanfaatan bioetanol dari biomassa lignoselulosa limbah
sagu perlu mendapatkan perhatian serius. Hal ini dapat meningkatkan nilai
ekonomi limbah sagu yang sebelumnya hanya digunakan untuk bahan bakar dan pakan
ternak. Kegunaan biomassa lignoselulosa dapat dimanfaatkan untuk memproduksi
energi terbarukan harus ditingkatkan untuk mengurangi pemanasan global dan
dapat menyediakan energi tinggi untuk menggantikan BBM konvensional. Oleh karena
itu, biomassa selalu menjadi sumber energi utama untuk makhluk hidup dan
diperkirakan berkontribusi 13% dari suplai energi dunia dan persentase yang
lebih besar lagi bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia (Tsukahara
dan Sawayama 2005).
Produksi etanol dari biomassa lignoselulosa terdiri atas
beberapa langkah, diantaranya hidrolisis lignin dan hemiselulosa
(praperlakuan), hidrolisis selulosa, fermentasi, pemisahan residu lignin,
pemulihan etanol, dan penanganan air limbah (Galbe dan Zacchi 2007).
3. Mikroorganisme pada Fermentasi
Alkohol
dapat diproduksi dari beberapa bahan secara fermentasi dengan bantuan
mikroorganisme, proses dasar pembuatan etanol dari tumbuh-tumbuhan dalam skala
besar adalah dengan menggunakan mikroba yang mampu memfermentasikan gula yang terkandung didalamnya, setelah
proses fermentasi terjadi, gula kemudian mengalami proses distilasi, dehidrasi
dan denaturisasi sebagai tahap akhir, namun demikian ada beberapa jenis tanaman
yang memerlukan proses tambahan pada saat fermentasi, yaitu proses hidrolisasi
agar gula dapat berubah menjadi karbohidrat (Kardono, 2008).
Ampas sagu merupakan limbah organik yang masih
mengandung karbohidrat terutama amilum
tinggi (Wina et al., 1986) sehingga
sangat berpotensi dimanfaatkan sebagai substrat untuk produksi etanol. Namun
demikian, pemanfaatan ampas sagu sebagai substrat untuk produksi etanol
memerlukan bakteri yang mampu menghdirolisis komponen amilumnya menjadi gula
sederhana sebelum dikonversi menjadi etanol.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Yanti et al. (2009) berhasil mengisolasi sebanyak
117 isolat bakteri indigenous yang
berasal dari pengolahan tepung sagu di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara yang
bersifat amilolitik. Hasil seleksi berdasarkan aktivitas amilolitik pada media
padat diperoleh 40 isolat memiliki aktivitas amilolitik > 4 cm2
dengan aktivitas enzim amilase berkisar antara 38,04-99,30 DUN/ml (Yanti et al., 2009).
Metode
tahapan yang dapat dilakukan dalam produksi bioetanol dari limbah ampas sagu adalah hidrolisis komponen amilumnya (praperlakuan),
hidrolisis enzimatik selulosa, dan fermentasi seluruh gula, pemisahan residu
lignin, pemulihan etanol, dan penanganan air
limbah
(Galbe dan Zacchi 2007).
H. METODE PELAKSANAAN PROGRAM
1. Populasi
Menurut Suharsimi
Arikunto (2002) populasi adalah keseluruhan dari subyek penelitian. Populasi
dalam penelitian ini adalah Limbah hasil pengolahan sagu.
2. Sampel
penelitian
Sampel
penelitian adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi A.,
2002). Sampel dalam penelitian ini adalah limbah ampas sagu dari tempat
pengolahan sagu di Desa Andarawo Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe Sulawesi
Tenggara.
3. Variabel
Penelitian
Adapun
variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Variabel Bebas
Variabel bebas (independent variable)
adalah variable yang mempengaruhi variabel terikat (dependent) (Soekidjo notoatmodjo, 2005). variabel bebas dalam
penelitian ini adalah isolat
bakteri
amilolitik indigenous yang berasal dari desa Andarao Kecamatan Sampara
Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.
b. Variabel Terikat
variabel terikat
(dependent) adalah variabel yang dipengaruhi variabel bebas (independent) (Soekidjo
notoatmodjo, 2005). variabel terikat
dalam penelitian ini
adalah kadar etanol limbah ampas sagu (metroxylon
sagu forma sagu rauw).
4. Desain Penelitian
a.
Pendekatan Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan yaitu true eksperiment (eksperimen sungguhan). Desain
atau rancangan eksperimen yang digunakan sebagai berikut.
Pengumpulan
bahan baku (Limbah ampas sagu)
|
Penambahan
isolat bakteri amilolitik
|
Fermentasi
|
Destilasi
|
Uji
Kadar Etanol
|
Gambar 1. Tahapan Kegiatan Penelitian
b. Pelaksana Eksperimen
Waktu dan tempat:
Eksperimen dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Mei tahun 2013
dilaboratorium Mikrobiologi dan laboratorium Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Haluoleo.
Mana metode penelitiannya???? Tambahkan
tahapan2 penelitian seperti yang kamu gambarkan pada skema tahapan penelitian
I.
JADWAL KEGIATAN PROGRAM
No
|
Rincian
Kegiatan Program
|
Pelaksanaan
Bulan Ke-
|
||||
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
Persiapan
pelaksanaan program
|
|
|
|
|
|
2
|
Pembuatan
bioetanol, pengujian kadar etanol serta analisis data
|
|
|
|
|
|
3
|
Pembuatan
laporan
|
|
|
|
|
|
DAFTAR PUSTAKA
Akmar
PF dan Kennedy JF. 2001. The potential of oil and sago palm trunk wastes
as carbohydrate resource. Wood
Sci and Technol. 35: 467-473.
Anonim,
2007a. Apa itu Bioetanol ?. http://www.nusantara-agro-industri.com. Diakses tanggal 20 April 2009.
Asben
A. 2009. Pemanfaatan Limbah Sagu untuk
Pengembangan Enzim Selulase
Termite dalam Produksi Bioetanol [disertasi].
Bogor: Sekolah Pasca Sarjana
IPB.
Bintoro H. 2008. Bercocok Tanam Sagu.
IPB Press, Bogor.
[Dep. ESDM] Departmen Energi dan
Sumber Daya Mineral. 2008. Kemajuan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN). Dep. ESDM, Jakarta.
Galbe
M, Zacchi G. 2007. Pretreatment of Lignocellulosic Materials for Efficient Bioethanol Production. Adv Biochem
Eng/Biotechnol 108: 41- 65.
Kardono
“Teknologi Road Map Teknologi Rekayasa
Atmosfir (Global Warming) 2007-2014”
Rapat Koordinasi BPPT 2008.
Khairani,
R. 2007. Tanaman jagung sebagai bahan biofuel. http://www.macklintmip-unpad.net/Bio-fuel/Jagung/Pati.pdf.
diakses tanggal 25 Maret 2009.
Kiat
LJ. 2006. Preparation and
characterization of carboxymethyl sago waste and
its
hydrogel
[tesis]. Malaysia: Universiti Putra Malaysia.
Singhal
RS, Kennedy JF, Gopalakrishnan SM, Kaczmarek Agnieszka, Knill CJ, dan Akmar PF. 2008. Industrial production, processing, and utilization of sago palm-derived products. Carbohydr
Polym 72: 1-20.
Soekidjo Notoatmodjo, 2003,
Prinsip-Prinsip dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: PT. Asdi Mahastya.
Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur
Penelitian, Jakarta; PT. Asdi Mahasatya
Tsukahara
K, Sawayama S. 2005. Liquid fuel
production using microalgae. J Jpn
Petrol Inst 45:251-259
[terhubung berkala] http://www.jstage.jst.go. jp/article/jpi/48/5/251/_pdf [ 1 Mar
2009].
Wina,
E., Evans, A.J. & Lowry, J. B. 1986. The Composition of Pith from Sago
palms Metroxylon sagu and Arenga pinnata. Journal of
Science Food Agriculture., 37 : 352-358.
Yanti,
N.A. Sembiring, I dan Margino, S. 2009. Bakteri Amilolitik yang diisolasi dari Lokasi
Pengolahan Pati Sagu. Prosiding, Biologi,
Ilmu Lingkungan dan Pembelajarannya. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 4 Juli 2009.
Menjual berbagai macam jenis Chemical untuk cooling tower chiller dan waste water treatment,STP dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com
BalasHapusHp:081310849918