PRODUKSI GAS METANA RAMAH LINGKUNGAN
PRODUKSI
GAS METANA RAMAH LINGKUNGAN: EKSPLORASI BAKTERI METANOGENIK UNGGUL ASAL ECENG GONDOK (EICHORNIA CRASSIPES)
SEBAGAI FASE PRA-PRODUKSI
PROPOSAL
PENELITIAN
Oleh
JENDRI MAMANGKEY
![]() |
SEKOLAH
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
PRODUKSI
GAS METANA RAMAH LINGKUNGAN: EKSPLORASI BAKTERI METANOGENIK UNGGUL ASAL ECENG GONDOK (EICHORNIA CRASSIPES)
SEBAGAI FASE PRA-PRODUKSI
Oleh:
Jendri Mamangkey
ABSTRAK
Bakteri metanogenik merupakan
bakteri yang bersifat anaerobik dan kemosintetik. Bakteri ini memperoleh
makanan dengan mereduksi CO2 menggunakan H2 menjadi
metana (CH4), biogas sebagai bahan bakar
alternatif di masa mendatang. Eceng gondok selain digunakan sebagai
pupuk organik bagi tanaman juga dapat dimanfaatkan sebagai produksi biogas yang
merupakan energi terbarukan dengan melibatkan bakteri metanogenik. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan karakter bakteri metanogenik unggul dari
eceng gondok (Eichornia crassipes) dan mengkaji potensi bakteri
metanogenik unggul sebagai biostarter produksi gas metana yang ramah
lingkungan. Metode yang akan dilakukan pada
penelitian ini adalah fermentasi, karakterisasi, dan identifikasi bakteri
methanogenik. Pertama-tama bakteri diisolasi dari tanaman eceng gondok
yang difermentasi. Eceng gondok (Eichornia crassipes) berasal dari
perairan Danau Toba, provinsi Sumatera Utara. Kedua, gas
metana yang diproduksi dari fermentasi dianalisis melalui gas chromatography
dan bakteri dapat dikarakterisasi melalui Bergey's. Langkah yang berikutnya
adalah identifikasi bakteri
metanogenik dengan mengisolasi
DNA, Amplifikasi DNA melalui PCR dan merangkai
urutan DNA menggunakan BioEdit Sequence Alignment 7,0.
Kata kunci: bakteri
metanogenik, gas metana, eceng gondok (Eichornia crassipes)
ENVIRONMENTAL FRIENDLY PRODUCTION OF
METHANE GAS: SUPERIOR METHANOGENIC BACTERIA EXPLORATION IN THE WATER HYACINTH (EICHORNIA
CRASSIPES)
AS PREPRODUCTION PHASE
By: Jendri Mamangkey
ABSTRACT
Methanogenic
bacteria are bacteria anaerobic and kemosintetic.
These bacteria obtain food by reducing CO2
using H2 into methane (CH4), biogas as an alternative fuel in the future. Water hyacinth is also used as an
organic fertilizer for plants
can also be used as the production of biogas is a renewable energy involving
methanogenic bacteria. This study
aims to determine the type and character of superior
methanogenic bacteria from water
hyacinth (Eichornia
crassipes) and assess the potential for superior methanogenic bacteria as biostarter methane gas
production is environmental friendly.
The method of this research was
fermentation, analysis characterization, and identification of methanogenic bacteria. First, methanogenic bacteria
were isolated from water hyacinth (Eichornia crassipes) by fermentation. Water hyacinth (Eichornia crassipes) comes from the waters of Toba lake, North Sumatra
province. Secondly, the methane produced
from fermentation was analysed by gas chromatography and the bacteria can be characterized
by Bergey's method. The next step is the identification which was conducted by
isolating the DNA, amplifying the DNA by PCR, then sequencing the DNA with
BioEdit Sequence Aligment.
Key
words: Methanogenic
bacteria, methane, water
hyacinth (Eichornia
crassipes)
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Bakteri adalah
salah satu mikroorganisme yang dapat hidup di berbagai tempat kehidupan di
dunia ini. Ada yang bersifat parasit, menguntungkan bahkan sebagian besar belum
diidentifikasi sehingga tidak diketahui prospek kegunaannya dalam kehidupan
manusia.
Bakteri sering dikenal atau diberi
nama berdasarkan output dari produk dominan hasil metabolismenya. Demikian pula
dengan bakteri metanogenik, diberi nama demikian karena menghasilkan gas metan
(CH4). Holt et al.
(1994) menyatakan bahwa sudah sangat jelas bakteri metanogenik diferensiasinya
berbeda dengan organisme lain, ciri khasnya adalah semua produk katabolik
utamanya menghasilkan gas metan. Berdasarkan perbedaan urutan basa RNA ribosom dalam
batang filogenik, bakteri metanogenik digolongkan dalam Archaebacteria (White,
2000). Bakteri metanogenik secara alami hidup di rawa-rawa, kubangan, dan
sebagainya. Bakteri menghasilkan gas metana dalam keadaan anaerob, dengan
menggunakan substrat asam cuka (Waluyo, 2007).
Berbagai mikroorganisme telah lama
digunakan sebagai bahan dan alat (mesin biologi) untuk memproduksi obat-obatan,
pengendalian hama dan penyakit, pangan dan pakan, juga detoksifikasi dan
biokonversi limbah serta digunakan dalam bioteknologi seperti rekayasa
genetika. Akhir-akhir ini di berbagai negara sedang giat-giatnya dilakukan
penelitian yang menggunakan mikroorganisme untuk mencari pengganti bahan bakar
minyak bumi yang semakin mahal dan langka, seperti etanol yang diproduksi oleh
Amerika dan Brasil (Mimura, 2000).
Bakteri metanogenik memegang peranan
penting dalam produksi biogas (natural
gas) karena sebagian besar gas yang terkandung di dalamnya adalah metan
(60-80%). Gas ini berbau spesifik, tidak berwarna dan mudah terbakar (EREC,
2002). Biogas terjadi dari hasil perombakan/fermentasi bahan organik dalam
keadaan anaerob. Semua bahan organik dapat digunakan sebagai bahan penghasil
biogas, seperti sisa-sisa buangan (sampah) organik, sisa hasil pertanian, peternakan,
tumbuhan air seperti eceng gondok, dan kotoran dari hewan dan manusia. Produksi
gas metan dapat menjadi salah satu alternatif andalan pengganti bahan bakar non-renewable
sekarang dan di masa yang akan datang (Warsito, 2000).
Di Indonesia
luas areal tanaman eceng gondok terus mengalami kenaikan persentase pertumbuhan
populasi. Pada perairan yang dangkal, terutama yang berlumpur, eceng gondok
tumbuh lebih baik dari pada di perairan yang dalam, hal ini erat kaitannya
dengan kandungan nutrisi dalam lumpur yang lebih banyak dan lebih mudah diserap
oleh tanaman dari pada di perairan dalam. Sebaliknya eceng gondok juga
memberikan pengaruh terhadap perairan
lingkungan sekitarnya, diantaranya adalah dapat menghambat lancarnya arus air, mempercepat proses pendangkalan
karena memiliki kemampuan untuk menahan partikel-partikel
yang terdapat dalam air, menyuburkan perairan dengan sampah-sampah organiknya sehingga memungkinkan
tumbuhnya tanaman lain dan merupakan sarang
dari berbagai vektor penyakit, seperti nyamuk. Lingkungan menjadi kurang
bersih, khususnya air menjadi kotor
(Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009).
Komposisi
kimia eceng gondok tergantung pada kandungan unsur hara habitatnya, dan sifat
daya serap tanaman tersebut. Pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku biogas
dikarenakan memiliki kandungan karbohidrat dan selulosa. Selulosa akan
dihidrolisis menjadi glukosa oleh bakteri yang akan menghasilkan gas metan
sebagai biogas. Teknologi biogas dilakukan dengan memanfaatkan kandungan bahan
organik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang potensial menghasilkan biogas.
Melalui fermentasi eceng gondok memungkinkan sebagai media tumbuh atau substrat
bagi berbagai kelompok mikroorganisme terutama dari golongan bakteri
metanogenik.
Berdasarkan latar belakang tersebut
di atas, penelitian ini bertujuan mengisolasi, mengarakterisasi dan
mengidentifikasi bakteri metanogenik unggul dari eceng gondok, serta
memanfaatkannya sebagai biostarter produksi gas metan yang ramah lingkungan.
1.2. Tujuan dan
Manfaat Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
untuk
mengetahui jenis dan karakter bakteri metanogenik unggul
dari eceng gondok (Eichornia crassipes)
2.
untuk
mengetahui potensi bakteri
metanogenik unggul sebagai biostarter produksi gas metana yang ramah
lingkungan.
1.2.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu bioteknologi
dan mikrobiologi, khususnya untuk mengetahui bakteri metanogenik yang rnemiliki potensi sebagai biostarter produksi gas metana.
II. METODE PENELITIAN
2.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilakukan pada
bulan Februari 2016 sampai dengan Januari 2017 di Laboratorium Mikrobiologi,
Biokimia dan Biologi Molekuler Universitas Sumatera Utara, Medan.
2.2. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksplorasi, yaitu mengeksplorasi bakteri metanogenik unggul
yang berpotensi menghasilkan gas metana selama proses fermentasi eceng gondok (Eichornia
crassipes).
2.3. Sampel Penelitian
Sampel adalah tanaman eceng gondok (Eichornia
crassipes) yang diambil dari perairan Danau Toba, provinsi Sumatera Utara.
2.4.
Prosedur Penelitian
Prosedur kerja penelitian “produksi
gas metana ramah lingkungan: eksplorasi bakteri metanogenik unggul dari eceng
gondok (Eichornia crassipes) sebagai fase pra-produksi” sebagai berikut:
2.4.1 lsolasi Bakteri Metanogenik
Eceng gondok diambil langsung dari perairan
danau Toba di Medan, Sumatera Utara. Setelah itu seluruh bagian eceng gondok
(akar, batang, dan daun) dicacah hingga berukuran kecil-kecil. Sebanyak 500 g
eceng gondok (dalam berat basah) lalu diblender kemudian ditambahkan 50 mL H2SO4,
dan 150 mL air kelapa sebagai sumber nutrisi tambahan bakteri metanogenik, dilarutkan
dengan aquades steril sampai volume
mencapai 500 mL. Kemudian dimasukkan kedalam fermentor, difermentasi sampai
terbentuk gas. Volume gas diukur tiap hari.
Adanya kandungan metan dalam gas yang terbentuk diuji dengan mengambilnya sebagian dan dibakar.
Apabila terjadi nyala api, kemungkinan besar
di dalamnya hidup bakteri metanogenik.
Selanjutnya, sebagian gas yang terbentuk diambil dan diukur
kuantitasnya menggunakan kromatografi gas (KG). Sumber isolat diambil dari media yang sudah menghasilkan gas
metan. Sebanyak 10 ml media sumber isolat diencerkan dengan konsentrasi 10-1, 10-2, 10-3,
10-4, 10-5, 10-6, dan 10-7.
Kemudian ditanam dalam media Ros Bengal, selanjutnya diinkubasi dalam wadah
anaerob (unaerobic jar) pada suhu 37-40°C sampai terbentuk koloni.
Konsentrasi isolat yang menghasilkan koloni bakteri yang terpisah baik
selanjutnya dimurnikan. Pemurnian
isolat bakteri dilakukan dengan ditanam kembali dengan konsentrasi 10-1, 10-2, 10-3, 10-4,
10-5, 10-6, dan 10-7dalam media Ros Bengal dan
diinkubasi dalam wadah anaerobik jar pada suhu 37-40°C.
lsolat yang terpisah baik,
diisolasi, dimurnikan, dan ditanam kembali dalam media Ros Bengal dengan cara
digores dan dituang. Selanjutnya, diinkubasi dalam wadah anaerob pada suhu 37-40°C.
Koloni yang tumbuh dan terpisah baik selanjutnya dipakai untuk analisis
karakterisasi bakteri metanogenik.
Untuk menguji apakah koloni yang
terbentuk benar-benar bakteri metanogenik, ditanam ulang dalam media substrat
eceng gondok yang sudah disterilkan. Setiap koloni yang diisolasi berbeda
masing-masing diencerkan dengan 10 ml aquades
steril dan dimasukkan dalam fermentor yang di dalamnya sudah berisi 1 liter substrat
eceng gondok steril, demikian juga, sebagian isolat diencerkan dengan 10 ml aquades
steril dan dimasukkan dalam fermentor yang di dalamnya sudah berisi 1 liter substrat
eceng gondok steril. Gas yang terbentuk diukur. Sebagian dibakar untuk menguji apakah
sudah terbentuk metan dan sebagian diukur kuantitasnya dengan KG. Untuk
memperjelas koloni mana yang bakteri metanogenik dan pada hari ke berapa mulai
terbentuk gas metan, setiap isolat difermentasi/ditanam silang. Setiap hari
sebelum ditanam silang, media disterilkan. Gas yang terbentuk diukur. Sebagian
dibakar untuk menguji apakah sudah terbentuk metan dan sebagian diukur
kuantitasnya dengan KG.
2.4.2 Karakterisasi lsolat Bakteri Metanogenik
Karakterisasi morfologi dan
taksonomi isolat dianalisis sesuai metode Bergey's Manual of Determinative
Bacteriology (Holt et al., 1994). Parameter uji adalah pewarnaan gram,
pertumbuhan pada 37°C, 42°C, dan 50°C, pertumbuhan pada media NaCI 5% dan 10%,
katalase, sitrat, MR test, VP test pH
<6, pH >7, indol, gas dalam glukosa, nitrat, pertumbuhan pada NA/Broth pH
6.8 dan pH 5.7, fermentasi gula: glukosa, arabinosa, manitol, xylose, hidrolysis
terhadap gelatin,
kasein,
dan pati, serta uji reduksi nitrat.
2.4.3 ldentifikasi Bakteri Metanogenik
lsolasi DNA total
Sebanyak
200 ml media yang mengandung bakteri metanogenik diekstraksi dan dipurifikasi
DNA kromosomnya menggunakan larutan lisozim, sodium dodesil sulfat (SDS),
campuran kloroform/isoamilalkohol 24:1, Na-asetat, etanol, dan buffer TEN.
Amplifikasi PCR
DNA
kromosom total hasil ekstraksi dan purifikasi digunakan sebagai DNA templatelcetakan.
Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesifik prokariot gen 16
S-rRNA, yaitu 63F (5'-GGT GGT GTM GGA TTC ACA CAR TAY GCW ACA GC-3') dan 1387R
(5'-TTC ATT GCR TAG TTW GGR TAG TT-3') yang akan mengamplifikasi 1300 pasangan
basa (pb) (Luton et el., 2002). Amplifikasi PCR frakmen 16 S-rRNA menggunakan
mesin Gene AmpRPCR sistem 2400 (Perkin Elmer) dengan kondisi sebagai berikut:
denaturasi awal selama 4 menit pada suhu 94°C, denaturasi 30 detik pada suhu
94°C, penempelan (anneling) selama 30 detik pada suhu 56°C, pemanjangan
(elongasi) selama 30 detik pada suhu 70°C; sebanyak 35 siklus, kemudian
diakhiri dengan penambahan
(extension)
selama 10 menit pada suhu 72°C. Produk PCR divisualisasi
dengan elektroforesis gel agarosa 1.2%.
Sequencing nukleotida
Sequencing
gen 16’ S-rRNA dianalisis menggunakan BioEdit Sequence Alignment
7.0 c 1997-2004 Tom Hall Isis Pharmaceuticals Inc. Analisis filogeni dengan
program MEGA versi 3.1 (Kumar et al., 2001) dengan metode bootstrapped
neighbor-joining 1000 kali pengulangan.
DAFTAR PUSTAKA
EREC
Briefs. 2002. Methane (Biogas) from Anaerobic Digesters. Office of Energy Efficiency and Renewable
Energy. US Department of Energy. www.eren.doe.
Gov/consumerinfo/refbriefs/ab5.html (8/26/2002).
Holt,
J.G., Krieg, N.R., Sneath, P.H.A., Staley, J.T., and Williams, S.T. 1994. Bergey's Manual of Determinative
Bacteriology. Ninth Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins A Wolters Company.
Kementerian
Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KLH). 2009. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan
pembangkit listrik tenaga termal. Keputusan
Negara Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2009 Tentang Baku Mutu Air Laut. KLH. Jakarta.
Kumar,
S., Tamura, K., Jakobsen, I.B., and Nei, M. 2001. Molecular evolutionary
genetics analysis version 3.1.
Pennsylvania State Univ.: lnst of Molecular Evolutionary
Genetics.
Luton,
P.E., Wayne, J.M., Sharp, R.J., and Riley, P.w.-2002. The mcrA gene as an
alternative to 16S rRNA in the
phylogenetic analysis of methanogen population.
Landfill Microbiology 148: 3521 -3530.
Mimura,
A. 2000. Recent advances on the microbial degrading biomass for useful
compound production. Yamanashi
University. Dept. of Applied Chemistry and
Biotechnology.
Waluyo,
L. 2007. Mikrobiologi Umum.
Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Warsito.
2000. Mencari sumber energi alternatif masa depan. Dari petani menjadi
raja minyak. www.berita.iptek.com
/messages/artikel (11/20/2002).
White,
D. 2000. The Physiology and Biochemistry of Procaryotes. Second Ed.
Oxford: Oxford University Press.
Komentar
Posting Komentar